STADION GOR H Agus Salim Padang berangsur sepi. Meski pemerintah mencoba berbagai hal untuk meramaikan kawasan sport center Kota Padang, namun tetap saja belum. Belum maksimal. Karena, Agus Salim, telah identik dengan sepakbola. Sepakbola identik dengan PS Semen Padang, yang dikenal dengan Semen Padang FC (SP FC) akhir-akhir ini.
Namun, saat manajemen PT Semen Padang ”menyerah” untuk membawa SP FC berlaga di Piala Presiden atau Piala Kemerdekaan, harapan untuk meramaikan GOR itu kembali menyemu. Gairah untuk bersorak lagi, berteriak lagi, bagadincik lagi, tak ada lagi. Benar-benar hilang. Sepi, dan menyepi. Calo-calo tiket juga menghilang. Apalagi penjual kaos alis jersey.
Banyak yang mengaku sedih, ketika tak akan lagi melihat Kabau Sirah—julukan Semen Padang berlaga. Saat tim-tim sekelas PSMS Medan, Cilegon United, Persiba Bantul meramaikan “liga” yang diadakan untuk menutup kevakuman persepakbolaan Indonesia itu. Bahkan, kini memasuki delapan besar.
Parahnya, para pemain yang selama ini dilihat berlatih di lapangan Karang Putiah, Indarung, mereka yang berlaga di Agus Salim dan seantero stadion di nusantara, tak lagi ada di Padang. Mereka telah menyeberang ke klub-klub yang berlaga di Piala Kemerdekaan. Bahkan, kabar teranyar, bek Septia Hadi memutuskan kontrak dengan tim merah-kuning-hitam.
Itulah sepakbola. Itulah kita. Kita telah benar-benar “jatuh cinta” kepada Kabau Sirah. Bahkan, sejak bertahun, belasan tahun, atau puluhan tahun lalu. Kita hanya tahu, klub itu merupakan kebanggaan kita; Sumbar, Minangkabau, Padang. Tapi, yang terjadi hari ini, hal itu tak ada lagi.
Manajemen belum mengaku membubarkan tim, tapi tim itu sebenarnya tidak ada lagi. Pemainnya juga tidak ada di Padang. Kalaupun ada, mereka juga tak berlatih maksimal lagi. Jadi, Semen Padang FC tinggal nama belaka. Jangankan untuk menonton klub itu di TV, di lapangan saja tak ada. Sudahlah, kita tak lagi punya klub yang dibawa di hati. Nonton liga Eropa aja.
Lalu, apa lagi kebanggaan kita? Apa yang kita mau lihat di GOR Agus Salim? Untuk apa pula Pemprov Sumbar membangun stadion berkelas internasional di Padangpariaman? Konon bisa menampung 75 ribu penonton. Siapa yang akan menonton? Siapa yang akan ditonton? PON? Mungkin saja. Lalu apa?
Kalaulah boleh, mungkin banyak yang ingin “menyelamatkan” SP FC ini. Mungkin dengan “Koin untuk Kabau Sirah” atau sejenisnya. Mungkin dengan mendatangkan investor—bisa juga Erick Tohir atau Bakrie Group masuk. Tapi, apa boleh, klub yang sebelumnya hanya dibiayai BUMN ini “dibeli” oleh pihak lain, apalagi pihak sponsor.
Banyak di antara kita – apalagi yang “gila” bola saat ini merasa aneh dengan kondisi ini. Apalagi yang hobi ngenet, medsos, dan sejenisnya. Biasanya, kalau Kabau Sirah lagi “main”, bisa-bisa timeline, dinding facebook, dan sejenisnya penuh. Penuh kebanggaan, penuh emosi, dan penuh caci maki. Sekarang, tak ada lagi. Yang ada hanya Pilkada? “Olahraga” semu lagi.
Kemarin terdengar sayup-sayup, setelah Piala Kemerdekaan digulirkan, Tim Transisi PSSI akan kembali mengadakan liga—entah apa pula namanya. Bagaimana dengan Kabau Sirah kita? Tentu manajemen PT SP yang bisa menjawabnya. Bukan kita. Mereka yang akan memastikan, apakah akan ikut atau tidak. Sudahlah, kita menunggu aja.
Tak elok pulalah kita “mencukia-cukia” sampai ke dapurnya PT SP. Apakah betul krisis yang terjadi saat ini, membut manajemen harus berhemat. Hemat di segala bidang, termasuk pembiayaan SP FC. Atau tidak pula kita mencari kambing hitam ke berbagai tempat; mungkin Yunani, China, Korea, hingga lainnya.
Yang jelas, banyak harapan. Banyak doa. Banyak cinta. Banyak rindu. Banyak segala banyak untuk kembali merumputnya si Kabau Sirah. Bukan akan meninggalkan cerita untuk anak cucu kita ke depan. Cerita akan sebuah klub kebanggaan yang pernah menjadi jawara. Sekarang entah bagaimana, seperti saudara tuanya PSP Padang. (*)